1. Kampung Warna-Warni - Malang
Kampung Wisata Jodipan adalah kampung wisata pertama di Kota Malang yang sederetan rumah warga di tepi Sungai Brantas yang menampilkan dinding aneka warna yang tidak monoton. Kampung ini terletak di Jodipan berada di tepi Sungai Brantas. Kampung Wisata Jodipan ini biasanya dijuluki Kampung Tridi atau Kampung Warna Warni.
Latar Belakang
Kampung Wisata Jodipan adalah kampung tematik pertama di Kota Malang. Kampung ini terletak di Kel.Jodipan, Kota Malang.
Kampung Wisata Jodipan adalah kampung yang digagas delapan mahasiswa jurusan Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang diketuai Nabila Firdausiyah. Sekelompok mahasiswa ini menggandeng program corporate social responsibilities perusahaan cat untuk mewujudkan kampung tersebut. Mereka awalnya mendapatkan tugas praktikum Public Relations 2 dari dosen, lalu sekelompok ini yang tergabung dalam Guys Pro-lah yang memiliki ide brilian untuk menyulap kawasan kumuh ini menjadi penuh warna.
Peresmian
Pada 4 September 2016, Kampung Wisata Jodipan tersebut diresmikan langsung oleh Walikota Malang, H. Mochamad Anton didampingi Forkopimda Kota Malang, Ketua TP PKK Kota Malang dan Sekretaris Daerah Kota Malang. Selain itu hadir juga Vice President PT Indana Paint, Steven A Sugiharto serta GuysPro selaku pencetus kampung warna-warni ini.
Kampung Wisata Jodipan ini sendiri terletak di RT 06, 07, dan 08, RW 02, Kelurahan Jodipan Kota Malang dan terletak di bantaran Sungai Brantas. Keberadaan kamping ini diharap dapat menjadi kawasan wisata baru di kota Malang untuk berburu foto selfie. Warna-warni ini diharap dapat menarik banyak orang untuk mendatanginya.
2. Kampung Teletubis - Yogyakarta
Rumah Teletubbies
Rumah Teletubbies adalah rumah berbentuk setengah lingkaran yang dibangun untuk korban bencana gempa bumi di Yogyakarta pada tahun 2006. Komplek perumahan Teletubbies ini berada di Desa Nglepen, Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Rumah Teletubbies sebenarnya adalah rumah biasa yang digunakan sebagai tempat tinggal, disebut rumah Teletubbies karena bentuknya yang mirip dengan rumah pada kartun Teletubbies di televisi. Rumah Teletubbies juga disebut dengan rumah dum karena bentuknya seperti dum atau tenda setengah lingkaran. Rumah Teletubbies memiliki fungsi utama sebagai tempat tinggal seperti rumah pada umumnya, tetapi sejak berdiri rumah tersebut sudah dikondisikan menjadi desa wisata. Desa dengan rumah Teletubbies tersebut dijadikan sebagai desa wisata karena bentuk rumahnya yang unik. Rumah dengan bentuk seperti kubah dirancang supaya tahan terhadap guncangan gempa bumi.
3. Kampung Korea - Buton
Bahasa Cia-Cia
Bahasa Cia-Cia atau Bahasa Buton Selatan, ialah sejenis bahasa Austronesia yang ditutur disekitar Kota Bau-Bau di selatan Pulau Buton yang terletak di tenggara Pulau Sulawesi di Indonesia.
Pada tahun 2009, bahasa ini menarik perhatian dunia ketika Kota Bau-Bau menerima tulisan Hangul Korea untuk dijadikan sistem tulisan bahasa Cia-Cia.
Demografi
Pada tahun 2005 ada 80.000 orang penutur bahasa Cia-Cia, 95% diantaranya beragama Islam yang juga berbicara dalam bahasa Wolio. Bahasa Wolio semakin dilupakan sebagai bahasa penulisan kaum Cia-Cia, karena bahasa Indonesia kini diajar dengan abjad Latin disekolah.
Penyebaran
Bahasa Cia-Cia ditutur di Sulawesi Tenggara, Pulau Buton bagian Selatan, Pulau Binongko, dan Pulau Batu Atas. Menurut kisah lama, penutur bahasa Cia-Cia di Binongko berketurunan bala tentara Buton yang dipimpin oleh Sultan Buton.
Nama
Nama bahasa ini berasal dari perkataan cia yang berarti tidak. Cia-Cia juga disebut bahasa Buton, Butung, atau Boetoneezen (dari bahasa Belanda) bersama dengan bahasa Wolio, dan bahasa Buton (atau Butung) Selatan.
Logat
Keadaan bahasa di pulau Buton rumit sekali dan kurang dipahami secara teliti. Antara logat-logat Cia-Cia termasuk Kaesabu, Sampolawa (Mambulu-Laporo), Wabula dan Masiri. Logat Masiri paling banyak kosakatanya dibanding logat baku.
4. Kampung Bule - Aceh
Sudah lama Lamno, ibu kota Kecamatan Jaya, populer karena sebagian penduduknya tak seperti warga Aceh kebanyakan. Meski dari kampung, fisik mereka mirip orang Eropa: Mata biru kecokelatan, hidung mancung, kulit putih, rambut pirang, dan perawakan tinggi. Mereka kebanyakan adalah penduduk asli Daya.
Hingga kini, tak catatan pasti mengapa para peranakan Lamno ini sampai ada di kaki Gunung Geureute Aceh Jaya.
Menurut catatan sejarah di pusat dokumen induk Aceh, Marco Polo dalam petualangan pelayaran keliling dunia tahun 1292-1295 pernah singgah di kerajaan Daya dan menulis buku tentang kebesaran kerajaan Daya berbaur dengan prajurit Portugis di Lamno.
5. Kampung NoSmoking - Sulsel
Melihat dari namanya, Kampung No Smoking yang terletak di Sulawesi Selatan, memiliki aturan di mana seluruh warganya tidak boleh merokok. Bahkan orang yang datang dan berkunjung dari luar pun, juga tidak boleh untuk merokok. Dahulu aturan ini hanyalah sebuah larangan yang tidak tertulis, namun kini peraturan tersebut sudah dibuat secara resmi.
Mau nonton videonya, baca dulu yang sisanya
disini.